Daftar 6 Aplikasi Terkenal di RI Ini Ternyata Bikinan Israel

Daftar 6 Aplikasi Terkenal di RI Ini Ternyata Bikinan Israel

Di era digital seperti sekarang, kita dengan mudah mengunduh berbagai aplikasi untuk menunjang aktivitas sehari-hari—mulai dari peta digital, pengeditan video, hingga game. Namun, di balik tampilan yang ramah dan fitur yang memikat, ternyata ada sejumlah aplikasi populer yang memiliki kaitan erat dengan militer dan unit siber Israel. Fakta ini mungkin mengejutkan, terutama karena banyak aplikasi tersebut sudah sangat akrab di kalangan pengguna Indonesia.

Menurut laporan TechTrends, beberapa aplikasi besar ini bahkan dibangun oleh alumni Unit 8200—divisi pengintaian dan perang siber di bawah Pasukan Pertahanan Israel (IDF) yang dikenal sebagai salah satu unit siber paling kuat di dunia. Ada pula yang dikembangkan oleh anggota Mamram, unit sistem komputasi pusat IDF. Dari sini muncul kekhawatiran: apakah aplikasi-aplikasi tersebut sekadar bisnis teknologi, atau ada agenda tersembunyi di balik pengumpulan datanya? Berikut ulasan lengkap enam aplikasi terkenal yang ternyata berasal dari Israel.

1. Waze – Pionir Navigasi Digital Buatan Mantan Unit 8200

Waze dikenal luas sebagai salah satu aplikasi navigasi paling populer di dunia, termasuk di Indonesia. Pengguna menyukainya karena fitur navigasi real-time yang mengandalkan laporan pengguna lain—mulai dari kondisi lalu lintas, kecelakaan, hingga pos polisi. Namun, tidak banyak yang tahu bahwa Waze didirikan oleh para mantan engineer dari Unit 8200, divisi intelijen siber Israel yang punya reputasi tinggi dalam pengumpulan data.

Meskipun kini Waze sudah diakuisisi oleh Google, jejak asal-usulnya tetap menimbulkan perdebatan. Banyak pakar keamanan siber menyoroti bagaimana Waze memiliki akses ke lokasi pengguna secara terus-menerus, dan ini bisa menjadi sumber data besar yang sangat bernilai. Data semacam itu, jika disalahgunakan, dapat dimanfaatkan untuk melacak pergerakan individu atau memetakan perilaku pengguna di suatu wilayah.

2. Moovit – Aplikasi Peta Transportasi Publik yang Juga Bernuansa Intelijen

Aplikasi Moovit sering digunakan oleh warga perkotaan yang bergantung pada transportasi publik. Dengan tampilan yang sederhana, aplikasi ini memudahkan pengguna mengetahui rute bus, kereta, atau MRT secara real-time. Tapi di balik kemudahan itu, Moovit ternyata dikembangkan oleh mantan anggota unit siber Mamram, salah satu cabang komputasi strategis IDF.

Sama seperti Waze, Moovit kini dimiliki oleh Intel, perusahaan teknologi asal AS. Namun, latar belakang pendirinya tetap menimbulkan kekhawatiran soal keamanan data. Dalam sistem Moovit, pengguna memberikan izin lokasi yang akurat setiap kali membuka aplikasi. Artinya, Moovit bisa memiliki akses historis terhadap pola perjalanan seseorang. Para pengamat menilai hal ini rawan dimanfaatkan untuk analisis perilaku massal.

3. Supersonic – Perusahaan Iklan Digital dengan Akar Militer

Supersonic adalah perusahaan teknologi iklan digital yang dikenal lewat sistem monetisasi aplikasi dan game. CEO-nya tercatat pernah memimpin operasi untuk Angkatan Darat Israel, dan hal itu membuat banyak pihak menyoroti potensi hubungan antara perusahaan ini dan kegiatan pengumpulan data berskala besar.

Aplikasi atau SDK (Software Development Kit) buatan Supersonic sering tertanam dalam banyak aplikasi gratis di ponsel Android maupun iOS. Melalui SDK inilah data pengguna seperti lokasi, perangkat, hingga pola penggunaan bisa dikumpulkan untuk kepentingan iklan yang dipersonalisasi. Beberapa laporan menuding bahwa pola pengumpulan data Supersonic terlalu agresif, melampaui batas wajar dalam iklan digital.

Baca Juga  :  Kenapa Gen Boomer Sering Tertipu Konten Hoaks dari Teknologi AI ?

4. ZipoApps – Dari Sumber Terbuka ke Model Bisnis Data

ZipoApps dikenal karena sering mengakuisisi aplikasi sumber terbuka dan mengubahnya menjadi platform berbayar atau penuh iklan. Salah satu contohnya adalah Simple Gallery, aplikasi galeri foto populer yang awalnya open source, tetapi berubah menjadi komersial setelah diambil alih. ZipoApps sendiri didirikan oleh mantan agen intelijen Unit 8200, dan sering dikritik karena cara mereka memonetisasi aplikasi dengan pola pelacakan data pengguna yang tidak transparan.

Selain menampilkan iklan, beberapa pengguna melaporkan adanya perubahan kebijakan privasi yang dilakukan tanpa pemberitahuan. Ini membuat banyak pengamat menyebut ZipoApps sebagai contoh bagaimana teknologi bisa digunakan secara halus untuk mengumpulkan data personal dalam jumlah masif, dengan dalih peningkatan layanan.

5. Bazaart – Aplikasi Desain Visual dengan Akar Intelijen

Bazaart adalah aplikasi populer untuk membuat kolase, desain grafis, dan edit foto berbasis AI. Banyak kreator konten di Indonesia yang menggunakan aplikasi ini karena kemudahan fiturnya. Namun, sedikit yang tahu bahwa aplikasi ini diciptakan oleh mantan pejabat intelijen IDF.

Bazaart memang tidak pernah tersangkut isu serius terkait kebocoran data, tapi keberadaan algoritma AI di dalamnya membuat banyak pihak tetap waspada. AI yang digunakan untuk memproses gambar bisa menyimpan metadata dan pola pengenalan wajah. Dalam konteks keamanan siber global, potensi penyalahgunaan teknologi semacam ini tidak bisa diabaikan, apalagi jika dikembangkan oleh pihak dengan latar belakang militer.

6. Lightricks – Inovasi Edit Foto dari Dalam Unit 8200

Lightricks adalah perusahaan di balik aplikasi terkenal seperti Facetune dan Videoleap, dua aplikasi edit foto dan video paling laris di dunia. Menariknya, salah satu pendiri Lightricks masih aktif bekerja di Unit 8200. Fakta ini memperkuat dugaan bahwa sebagian besar inovasi AI Israel memiliki akar di dunia militer.

Aplikasi Lightricks sangat populer karena hasilnya realistis dan profesional, tapi juga sempat dikritik karena mengandalkan izin akses berlebihan, seperti kamera, galeri, dan koneksi internet permanen. Walaupun alasan resminya adalah untuk optimalisasi fitur AI, akses semacam itu tetap menimbulkan kekhawatiran. Dalam dunia digital modern, izin aplikasi = pintu masuk data pribadi.

7. Playtika – Dari Hiburan ke Bisnis Data

Playtika adalah perusahaan game mobile raksasa yang memproduksi berbagai judul populer, seperti Slotomania dan Caesars Casino. Perusahaan ini didirikan oleh anak mantan kepala staf IDF, dan kini dikenal sebagai salah satu pengembang game paling sukses di dunia. Namun, di balik kesuksesannya, Playtika juga kerap dituding mengumpulkan data pengguna dalam skala besar, terutama dari sistem iklan dan pembelian dalam aplikasi.

Game gratis Playtika sering mengandalkan sistem login menggunakan akun media sosial, yang berarti mereka dapat mengakses profil, teman, hingga kebiasaan bermain pemain. Kombinasi antara kecanduan game dan pelacakan data membuat Playtika sering dijadikan contoh kasus “hiburan berbalut pengintaian digital.”

Ancaman yang Tidak Terlihat: Adware dan Pelacakan Halus

Sebagian besar aplikasi buatan Israel yang disebutkan di atas tidak secara langsung melakukan spionase. Namun, pola yang terlihat cukup jelas: pengumpulan data dalam jumlah besar, baik melalui fitur lokasi, preferensi pengguna, maupun kebiasaan aplikasi. Banyak dari data itu dijual ke pihak ketiga untuk periklanan, analisis perilaku, atau pengembangan AI.

Yang perlu diwaspadai adalah perubahan kebijakan privasi yang sering dilakukan secara diam-diam. Dalam beberapa kasus, pengguna bahkan tidak menyadari bahwa data mereka mulai dikumpulkan untuk tujuan yang berbeda dari awal. Ini menunjukkan bagaimana ekosistem aplikasi modern bisa menjadi alat pengawasan terselubung.

Cara Cegah HP Terjerat Aplikasi Mata-Mata

Untuk melindungi diri, ada beberapa langkah sederhana tapi penting yang bisa dilakukan pengguna:

Pertama, cek nama pengembang aplikasi sebelum mengunduh, terutama di toko aplikasi resmi seperti Google Play atau App Store. Banyak aplikasi mencantumkan profil pengembang yang bisa ditelusuri.

Kedua, gunakan platform seperti LinkedIn atau Crunchbase untuk mengetahui asal-usul perusahaan dan siapa di baliknya. Jika pengembang memiliki keterkaitan dengan lembaga militer atau unit intelijen, sebaiknya berhati-hati.

Ketiga, pilih pengembang yang berkomitmen terhadap etika data. Banyak aplikasi alternatif open source yang transparan soal penggunaan data. Pengguna juga bisa membatasi izin aplikasi agar tidak mengakses lokasi atau kamera tanpa alasan yang jelas.

Kesimpulan

Kisah enam aplikasi buatan Israel ini menunjukkan bahwa dunia digital tidak sesederhana tampilan di layar. Teknologi yang tampak membantu bisa saja membawa risiko tersembunyi. Di era di mana data adalah komoditas paling berharga, pengguna perlu lebih waspada terhadap siapa yang berada di balik aplikasi yang mereka gunakan setiap hari.

Kita mungkin tidak bisa menghindari seluruh aplikasi yang punya akar militer, tetapi kita bisa menjadi pengguna yang lebih cerdas, selektif, dan sadar akan privasi digital. Dunia maya memang memberi kemudahan luar biasa, tapi setiap kemudahan selalu datang dengan harga — dan kadang, harga itu adalah data kita sendiri.